Rabu, 02 Desember 2009
Pengasuh Darussyaf'at
AYAHNYA yang ulama besar sekaligus pemilik pondok pesantren,
membuatnya yakin bakal mengembangkan ilmu agama dengan membangun pondok
pesantren. KH Imam Barizi MB SIP merintisnya dari awal. Dengan atap
rumbia dia membangun asrama, dan dengan semangat dia mengembangkan ilmu
agama. Berikut wawancara wartawan Sriwijaya Post Prawira Maulana
bersama KH Imam Barizi, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Forum
Pondok Pesantren (Forpes) Sumatera Selatan.
Sripo : Bisa Ustadz ceritakan perjalanan membangun pondok pesantren hingga besar seperti sekarang ?
Saya besar dan hidup di lingkungan pondok pesantren. Ayah saya adalah alm KH
Maqbul Nasir, pemilik pesantren Darussalam di OKU Timur. Besar di
lingkungan pesantren akhirnya membuat saya mendapat banyak pendidikan
agama, baik dari bapak maupun dari guru-guru yang lain.
Umur 14 tahun bapak mengirim saya ke Banyuwangi, masuk pesantren Darusslam. Saya menimba ilmu selama tujuh tahun di sana.
Setelah
itu saya kembali ke OKU Timur, selama tiga tahun mengelola pesantren
bapak. Lalu saya putuskan membangun pesantren sendiri. Bukan berarti
karena bapak saya pemilik pesantren saya bisa dengan mudah membangun
pesantren sendiri. Semuanya saya rintis mulai dari nol dan terus
menajak perlahan. Saat ini ada 1116 santri yang mondok peantren saya.
Tahun1992 saya putuskan membangun pesantren sendiri. Biarpun saya tak punya
dana yang besar. Pesantren itu, diberi nama Darussyafa’at. Mulanya kami
hanya punya tanah dan sebuah bangunan rumah. Saya putuskan membangun
musala dulu. Rumah itu lalu saya jadikan asrama putri yang bersatu,
sekaligus bersekat dengan tempat tinggal keluarga saya. Untuk santri
putra masih tinggal di musala.
Waktu berikutnya saya baru bangun asrama putri, itupun masih dengan atap rumbia. Sekitar enam bulan berikutnya baru saya bangun asrama putra. Begitu selanjutnya walaupun saat itu beberapa banguan masih dari atap rumbia. Saya optimis
pesantren yang saya bangun harus maju.
Sripo : Ayah Anda Ustadz besar, pastinya ada bantuannya?
Tentu ada, tapi yang lebih pokok dan penting bantuan yang diberikan lebih
pada pendidikan dan ilmu agama. Setiap ilmu yang saya dapat harus
diamalkan. Guru saya saat masih santri dulu berpesan, “Pulang lalu
amalkan Ilmu itu, lalu kalau tak bisa amalkan semampunya,”. Pesan
itulah yang membuat saya bertekat membangun sebuah pondokan untuk
mengamalkan ilmu saya. Apalagi, saya merasa mampu. Dari 11 orang santri
Darussalam Banyuwangi asal Sumsel seangkatan saya, tiga diantaranya
membangun pondok pesantren sendiri
Sripo : Apa kunci suksesnya?
Hadist sahih mengatakan “ Barang siapa yang tawakal kepada Allah maka akan dikabulkan doanya,”. Kuncinya Ikhlas.
Sripo : Mungkin lebih spesifik, praktiknya Ustadz?
Saya punya contoh amalan yang sangat pantas untuk dilakukan. Namanya, Dalailul
Khoirot atau puasa satu tahun penuh kecuali di lima hari yang
diharamkan (Idul Fitri, 10, 11, 12, 13 Djulhijah). Santri di pondok
saya juga diajarkan untuk melakukan ini. Bahkan kami memberikan
sertifikat setiap satu tahun sekali di 1 Muharam.
Sejak umur 14 tahun saya sudah melakukan puasa itu. Setahun lalu ditambah tiga tahun terakhir tiga tahun lagi. Totalnya selama tujuh tahun. Selain berpuasa
kita juga membacakan Salawat kepada nabi Muhammad SAW.
Sripo : Lantas apa yang bakal didapat?
Ada tiga tingkatan hikmah yang bakal didapat jika kita melakukan Dalailul
Khoirot itu. Pertama, jika seseorang mempunyai ilmu yang sempurna maka
akan berkembang lebih luas. Kedua jika ilmu belum sempurna maka
gunakanlah harta kita dijalan Allah dan Insya Allah bakal kaya raya.
Yang terakhir doa orang yang melakukan puasa itu, sangat makbul.
Saya berhenti melakukan, Dalailul Khoirot itu sejak menikah pertama kali ( Saat ini Ustadz Imam memiliki dua istri, red).
Sripo : Berhasil membangun pesantren, dan sekarang Ustadz menjabat
sebagai Ketua Umum Forum Pondok Pesantren Sumatera Selatan. Apakah
sebelumnya Ustadz pernah menduga bakal memegang jabatan ini?
Sejak awal terbentuknya Forum ini saya memang terlibat aktif di dalamnya.
Hanya saja saya memang tidak menyangka bakal menjadi ketua umumnya.
Saat pemilihan pada akhir Desember tahun 2008 lalu banyak orang yang
tak menduga. Soalnya saya berasa dari pondok pesantren yang berhaluan
Salafiah. Salafiah dianggap terlalu tradisional.
Sripo : Apa rencana Ustadz dalam tiga tahun masa jabatan ke depan nanti?
Saat ini banyak pesantren yang belum bisa mandiri. Tujuan saya adalah
membuat pondok pesantren di Sumsel ini mampu berdiri sendiri tanpa
tergantung dengan kucuran dana dari Pemerintah. Harus punya managemen
yang baik. Saat ini pengurus sedang merancang program kerjanya.
Saat ini sebisa mungkin saya menjalin kerjasama yang efektif dengan
Departemen Agama dan Pemerintah Provinsi. Organisasi ini harus maju.
Sripo : Tentang kehidupan keluarga, Ustadz punya dua istri dan tinggal berdekatan. Bagaimana mengaturnya?
Adil. Saya harus tetap berlaku adil. Dalam urusan pengelolaan keungan pun
saya sebisa mungkin memberikan keadilan buat mereka. Memulainya, saya
juga harus bersikap transfaran kepada mereka. Semisal, saya punya
penghasilan bulan ini segini. Saya minta mereka menunjukkan proposal
kebutuhannya. Lalu saya nilai dan saya realisasikan sesuai kemampuan.
Begitu seterusnya.
Saya punya lima orang anak, dan dalam memberikan pendidikan kepada mereka berlima sebisa mungkin saya lakukan sendiri.
Sripo : Apa Ustadz mengarahkan anak-anak untuk mengembangkan agama, dengan membangun pesantren seperti yang Ustadz lakukan ?
Tentu saya punya arah buat mereka. Dan arah itu harus saya tekankan agar
mereka bisa melihat jalan kedepan dengan lebih bijak. Pendidikan agama
harus saya berikan sendiri kepada mereka. (prawira maulana)
prawira maulana
PEMERINTAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR : http://okutimurkab.go.id
Versi Online : http://okutimurkab.go.id/?pilih=news&aksi=lihat&id=697
mansa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan komentari hal ini